Jumat, 07 September 2012



COMPUTER TOMOGRAPHY (CT) PADA TRAUMA TUMPUL GINJAL

PENDAHULUAN
            Trauma ginjal ditemukan sebanyak 10 persen kasus dari trauma abdomen dan sebagian besar (80 persen dari 90 persen) disebabkan oleh trauma tumpul. Intravenous urography dan ultrasonosography abdomen merupakan modalitas imaging pertama yang dipilih pada trauma ginjal. Bagaimana pun, computer tomography (CT) saat ini adalah merupakan modalitas imaging pilihan dalam mengevaluasi trauma tumpul ginjal, semenjak dia mampu memberikan staging yang tepat pada trauma ginjal. Staging CT pada trauma ginjal yang ditemukan pada trauma tumpul abdomen berdasarkan pada Klasifikasi Federle dan Skala severitas trauma ginjal dari American Association for the Surgery of Trauma renal injury.
      Trauma ginjal oleh karena trauma tumpul biasanya muncul sebagai suatu konsekuensi dari benturan langsung pada daerah panggul atau dari suatu deselerasi yang cepat. Suatu benturan langsung pada ginjal, mengakibatkan suatu laserasi atau laserasi parenkim ginjal dan berakibat subcapsular, intrarenal atau perinephric haematoma. Pada trauma deselerasi ginjal terjadi suatu tension yang akut pada pedicle ginjal, yang menimbulkan laserasi pada arteri atau vena renalis, robekan intima dari pembuluh darah yang mengakibatkan thrombosis atau laserasi atau avulsi ureteropelvic junction (UPJ).
            Intravenous urography (IVU) awalnya merupakan modalitas imaging pilihan dalam pemeriksaan trauma ginjal. Bagaimanapun, IVU tidak dapat menampilkan dalam mendeteksi secara akurat beberapa tipe tingkatan trauma ginjal. IVU (one-shot intravenous  pyelography) secara terbatas mungkin masih dikerjakan di unit gawat darurat pada pasien yang tidak cukup stabil untuk menjalani computer tomography (CT), atau pada pasien yang telah berada di kamar operasi. Ultrasonograsphy (US) juga telah digunakan dan berguna pada evaluasi awal trauma ginjal, khususnya di ruang gawat darurat, seperti yang digunakan untuk mendeteksi haemoperitoneum. Bagaimanapun, beberapa tipe trauma ginjal dengan US juga tidak terlihat.
            CT saat ini merupakan modalitas imaging pilihan dalam mengevaluasi trauma tumpul ginjal. Dapat memberikan gambaran yang tepat dan staging dari perluasan trauma ginjal dan lebih superior dari pada IVU, US dan angiography. CT juga telah menjadi metode imaging pilihan untuk menilai trauma tumpul di beberapa pusat trauma.Walaupun demikian,CT perlu dilakukan dalam fase multipel untuk melengkapi penilaian trauma ginjal. Dalam beberapa kasus, suatu CT delay mungkin perlu di ulang setelah 2-3 hari untuk dapat mendeteksi trauma ureteropelvic junction serta komplikasi lainnya.
            Indikasi dari imaging ginjal pada pasien-pasien trauma termasuk gross haematuri, haematuria mikroskopik dengan shock (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), haematuri mikroskopik dengan memar di area panggul,fraktur pada tulang rusuk bawah dan fraktur pada prosesus transversus vertebrae lumbalis, trauma tembus serta seorang anak dengan trauma tumpul dan haematuria (> 50 sel darah merah/hpf). Pada artikel ini, kami meninjau kasus-kasus trauma tumpul ginjal yang terjadi di Rumah sakit Tengku Ampuan Afzan,Kuantan,Malaysia.

PROTOKOL CT SCAN PADA TRAUMA GINJAL
        Untuk penilaian yang lengkap pada trauma ginjal, CT dikerjakan dalam fase-fase yang multipel. Biasanya telah dilakukan seperti pada protokol CT abdomen dan pelvis pada trauma abdomen. Pada fase kortikomedulari dikerjakan dari kubah diafragma sampai pelvis, kira-kira 60 detik setelah diinjeksikan media kontras nonionic iodinate (iohexol 300mg I/ml) sebanyak 2mg/kg secara intravena lewat vena antecubiti. Fase ini akan dapat mengidentifikasikan suatu kontusio ginjal, laserasi, perinephric haematoma dan trauma arteri. Yang lain yang berhubungan dengan trauma liver, spleen ,pancreas dan perdarahan intraperitoneal juga dapat di nilai.Bagaimanapun, trauma pada collecting sistem mungkin terlewatkan bila fase ekskresi tidak dikerjakan. Fase ekskresi dikerjakan kira-kira 3-5 menit kemudian,termasuk kedua ginjal dan kandung kencing. Hal ini sangat penting dalam mendeteksi ekstravasasi urine yang merupakan indikasi adanya trauma pada collecting sistem, ureteropelvic atau kandung kencing. Waktu fase ekskresi mungkin diundur sampai lebih dari 10-20 menit jadi dapat memberikan kesempatan untuk terlihatnya suatu ekstravasasi urine. Pada pasien dengan haemodinamik yang tidak stabil atau pasien dengan trauma kategori II atau lebih tinggi, CT abdomen dapat dikerjakan 2-3 hari kemudian untuk mendeteksi adanya komplikasi lanjut, seperti urinoma,urinoma terinfeksi atau perluasan haematoma, yang juga memerlukan suatu intervensi. Semua imaging multifase ini pada sistem ginjal memberikan suatu penilaian yang lengkap dan tepat terhadap trauma ginjal.
            Pada semua pasien pada tinjauan ini, CT dikerjakan dengan mempergunakan Siemens Somatom scanner 4 slices dengan ketebalan tiap slice 10 mm,kolimasi 2.5 mm,waktu rotasi 0.75 detik dan ketebalan meja 15 mm. Setelah  proses, image direkonstruksi pada 3 mm. Image sagital dan koronal telah dilakukan dengan teknik proyeksi intensitas maksimum, bilamana diperlukan dilakukan penyesuaian. Untuk tujuan dari tinjauan ini, berupa suatu tinjauan retrospektif kasus trauma ginjal dari catatan registrasi CT dari Desember 2004 sampai April 2006. Secara umum, 14 kasus trauma ginjal telah diidentifikasikan, tetapi lima kasus telah dikeluarkan oleh karena imagingnya sudah hilang, dengan total sisa ada sembilan kasus.

KLASIFIKASI TRAUMA GINJAL PADA CT
Ada beberapa klasifikasi trauma ginjal, berlandaskan salah satu dari imaging atau bedah. Klasifikasi Federle yang berlandaskan imaging sudah cukup luas dipergunakan (Tabel I), sedangkan skala severitas trauma ginjal menurut American Association for the Surgery of Trauma (AAST) telah umum dipergunakan sebagai staging bedah urologi pada trauma ginjal (Tabel II). Meskipun demikian, terjadi suatu kemungkinan overlapping diantara kedua klasifikasi tersebut. Staging sangat penting untuk petunjuk dokter bedah dan ahli radiologi dalam penatalaksanaan pasien, meskipun tidak selalu dan memerlukan suatu penyesuaian pasien secara individu. Sembilan pasien yang telah dukeluarkan tersebut telah kami identifikasikan, dua kasus (22%) termasuk kategori I (injuri minor), tiga kasus (33%) termasuk kategori II (injuri mayor), dua kasus (22%) termasuk kategori III (injuri catastrophic) serta sisanya termasuk kategori IV (injuri ureteropelvic junction).


Tabel II. Skala Severitas Trauma Ginjal menurut The American Association for the Surgery of Trauma (AAST)
Grade*
Tipe
Deskripsi
I
Kontusio
Haematoma
Mikroskopik atau gross haematuria; studi secara urological normal
Subcapsular; tidak meluas dengan tanpa laserasi parenkimal
II
Haematoma
Laserasi
Perirenal haematoma yang tidak meluas tetap pada ginjal retroperitoneum
Kedalaman perenkim pada korteks ginjal < 1.0 cm dengan tanpa ekstravasasi urine
III
Laserasi
Kedalaman perenkim pada korteks ginjal > 1.0 cm dengan tanpa ruptur collecting sistem atau ekstravasasi urine
IV
Laserasi

Vascular
Laserasi parenkim meluas menembus melalui korteks renalis,medula dan collecting sistem
Injuri pada arteri renalis utama atau vena dengan perdarahan
V
Laserasi
Vascular
Ginjal yang komplit pecah/hancur
Avulsi pada hilus renalis dengan devascularisasi ginjal
* Kenaikan satu grade untuk injuri bilateral sampai grade III. Online pada http://www.aast.org/injury/injury.html.


Tabel I. Klasifikasi Federle (imaging-based)
Kategori
Tipe
Injuri
I
Injuri minor
Kontusio ginjal; intrarenal dan subcapsular haematoma; laserasi minor yang terbatas pada perinephric haematoma tanda perluasan ke dalam collecting sistem atau medula; infark kortikal subsegmental yang kecil.
II
Injury mayor
Laserasi ginjal mayor menembus korteks meluas ke medula atau collecting sistem dengan atau tanpa ekstravasasi urine; infark ginjal segmental.
III
Injuri catastrophic
Laserasi ginjal multipel; injuri vascular yang melibatkan pedicle ginjal.
IV
Injuri ureteropelvic
Avulsi (complete transaction); laserasi (incomplete tear)


Tabel II. Skala Severitas Trauma Ginjal menurut The American Association for the Surgery of Trauma (AAST)
Grade*
Tipe
Deskripsi
I
Kontusio
Haematoma
Mikroskopik atau gross haematuria; studi secara urological normal
Subcapsular; tidak meluas dengan tanpa laserasi parenkimal
II
Haematoma
Laserasi
Perirenal haematoma yang tidak meluas tetap pada ginjal retroperitoneum
Kedalaman perenkim pada korteks ginjal < 1.0 cm dengan tanpa ekstravasasi urine
III
Laserasi
Kedalaman perenkim pada korteks ginjal > 1.0 cm dengan tanpa ruptur collecting sistem atau ekstravasasi urine
IV
Laserasi

Vascular
Laserasi parenkim meluas menembus melalui korteks renalis,medula dan collecting sistem
Injuri pada arteri renalis utama atau vena dengan perdarahan
V
Laserasi
Vascular
Ginjal yang komplit pecah/hancur
Avulsi pada hilus renalis dengan devascularisasi ginjal
* Kenaikan satu grade untuk injuri bilateral sampai grade III. Online pada http://www.aast.org/injury/injury.html.


RINGKASAN :
CT memiliki peran utama dalam mengidentifikasi trauma ginjal dan saat ini merupakan modalitas imaging pilihan. Kategorisasi trauma ginjal berdasarkan klasifikasi Federle atau Skala severitas trauma ginjal dari AAST adalah sangat membantu dalam penatalaksanaan pada pasien injuri. Secara umum trauma ginjal tidak memerlukan intervensi bedah dan penatalaksanaan konservatif masih diterima secara universal.





Gambaran Atelektasis Paru Pada Foto Thoraks


        Semua jenis  atelektasis terjadi oleh karena suatu proses kehilangan volume (volume loss) tetapi penampilan radiografisnya berbeda tergantung pada jenis atelektasisnya.



        Tanda-tanda radiografik atelektasis meliputi tanda langsung (direct signs) dan tanda tidak langsung (indirect signs). Tanda langsung meliputi :  a) bergesernya fisura mayor atau minor ke arah atelektasis, b) peningkatan densitas pada bagian paru yang mengalami atelektasis, sedangkan tanda-tanda tidak langsung meliputi : a) pergeseran struktur yang bergerak di dalam mediastinum yaitu : jantung, trakea dan pembuluh darah besar ke arah atelektasis, b) elevasi hemidiafragma ke arah atelektasis,c) penyempitan ruang sela iga (ICS) serta d) overinflasi pada segmen atau lobus paru yang tidak terlibat.
        Terdapat tiga jenis atelektasis yang secara umum dikenal yaitu : a) atelektasis subsegmental atau dikenal juga sebagai discoid atelectasis atau platelike atelectasis, b) atelektasis kompresi atau atelektasis pasif termasuk disini  round atelectasis dan c) atelektasis obstruktif.

a. atelektasis subsegmental atau dikenal juga sebagai discoid atelectasis atau platelike atelectasis

b.atelektasis kompresi atau atelektasis pasif

c.atelektasis obstruktif.



        Bentuk atelektasis subsegmental biasanya terjadi pada pasien-pasien yang tidak mampu untuk menarik nafas dalam (spinting) sehingga menimbulkan suatu gambaran densitas linear horizontal pada basis paru-paru.
        Bentuk atelaktasis kompresi atau atelektasis pasif, yang muncul secara pasif ketika paru-paru tersebut kolap yang disebabkan karena inspirasi yang sangat kurang (pada basis paru) atau oleh karena berdekatan dengan suatu efusi pleura atau pneumothoraks yang luas. Ketika abnormalitas yang mendasarinya dihilangkan maka paru-paru yang terlibat akan berangsur-angsur kembali mengembang. Sedangkan bentuk round atelectasis yang juga merupakan bentuk lain atelektasis pasif  terjadi oleh karena paru-paru tidak dapat mengembang kembali, yang dikarenakan muncul bersamaan dengan efusi pleura (didasari oleh penyakit-penyakit di pleura). Round atelectasis ini dapat menimbulkan suatu lesi seperti massa (a masslike) yang dapat menyerupai tumor pada foto thoraks.

A.

B.
Round atelektasis pada pasien dengan riwayat terpapar asbes.(A) Foto thoraks tampak en-face pleural plaque pada sisi kanan dengan kalsifikasi pleural plaque diatas kubah diafragma kanan (kepala panah).Pasien ini dengan massa di infrahiler kanan. (B) HRCT menggambarkan struktur bronchovascular dengan suatu massa pleura bed. Ini merupakan penampilan tipical dari round atelektasis.Tampak juga kalsifikasi pleural plaque yang luas.

        Bentuk atelektasis obstruktif muncul dibagian distal sampai pada suatu lesi yang menyumbat cabang-cabang bronchus (bronchial tree) karena adanya reabsorpsi udara dibagian distal ruang udara atau saluran udara melalui lapisan kapiler pulmoner (capillary pulmonary bed). Bentuk atelektasi ini akan secara konsisten membentuk pola kolap yang dapat dikenali berdasarkan suatu asumsi bahwa pleura viseralis dan pleura parietalis tersebut berhubungan atau kontak satu dengan yang lainnya secara bervariasi atau berbeda pada lobus paru atau dekat dengan hilus.
         Aspirasi benda asing dapat menimbulkan atelektasi obstruksi sering muncul pada anak-anak usia  6 bulan sampai 3 tahun. Diagnosa sering terlambat dan kebanyakan mereka datang dengan pneumonia, atelektasis atau dengan komplikasi lainnya Ahli radiologi memiliki peran tidak hanya mengkonfirmasi diagnosa dengan kecurigaan berdasarkan keterangan klinis saja tetapi menyarankan klinisi untuk melihat lebih lanjut tanda-tanda efek lanjutan serta memberi saran untuk evaluasi ulang secara radiologis.
Atelektasis memiliki suatu kecenderungan untuk cepat membaik jika munculnya secara akut dan akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk membaik jika prosesnya adalah kronik.
Atelektasis dan pneumoni dapat juga terjadi bersamaan, khususnya di basis paru.
        Pola kolap secara konsisten tergantung pada lokasi lobus atau segmen atelektasis  dan derajat aliran udara diantara lobus-lobus. Secara umum, kolap lobaris yang menyerupai suatu konfigurasi seperti kipas dengan basis dari bentukan segitiga kipas tersebut tertanam pada permukaan pleura dan apex segitiga tersebut tertanam pada hilus. Lobus lain yang tidak ikut terlibat akan mengalami hiperinflasi kompensasi.
Pola Kolaps Paru



Kolap lobus paru. Tampak variasi perpindahan fisura. Warna hitam dan panah merupakan  posisidari kolap. a) Kolap lobus superior kanan,b) Kolap lobus medius kanan.Tampak obliterasi batas jantung.c) Kolap lobus inferior kanan.d) Kolap lobus superior kiri.Tampak fisura mayor berpindah ke anterior. e) Kolap lobis inferior kiri.


       Semakin bertambahnya lobus atau segment atelektasis menjadi (semakin kecil volumenya)  semakin tidak jelas terlihat pada foto thoraks. Sehingga sering salah diagnosis terhadap perkembangannya, yang pada kenyataannya atelektasis tersebut telah memburuk. Solusinya adalah membandingkan dengan foto sebelumnya yaitu dengan melihat kembali derajat pergeseran fisura interlobaris atau hemidiafragma atau dengan CT scan thoraks.
         Terdapat lima pertanyaan yang harus terjawab ketika suatu opasitas terlihat muncul pada suatu lobus paru yang kolap pada foto thoraks yaitu : a) Ke sisi mana mediastinum tersebut bergeser, b) Ke arah mana deviasi dari fisura mayor dan minor, c) Struktur-struktur normal apa saja yang mengalami silhouette, d) Apakah hilus bergeser ke atas atau ke bawah dan e) Apakah terdapat elevasi diafragma.
         Secara singkat tanda-tanda radiografi adanya kolap lobaris adalah dengan mnemonic 
HE DROVE ME :
Hilar displacement (pergeseran hilus)
Elevated hemidiafragm (elevasi diafragma)
Displaced fissure (pergeseran dari fisura)
Rib crowding (costae yg merapat)
Opacity of lung tissue (opasitas pd jaringan paru)
Vascular and bronchial stretching in noncollapsed lobes
 
(adanya vascular & bronchial yg meregang/melurus
  pd lobus paru yg tidak kolaps)
Emphysema (compensation in noncollpases lobes)
  [ Emphysematous ]
à (sbg kompensasi pd lobus paru yg
  tdk kolaps)
Mediastinal shift (pergeseran mediastinum).


Kamis, 06 September 2012


Case report:
IMAGING AND TACI THERAPY
IN INFILTRATING DUCTAL CARCINOMA, NOS, GRADE 2
AT SANGLAH GENERAL PUBLIC HOSPITAL DENPASAR BALI
   Wijaya I Made1
     1Radiology Resident School of Medicine Airlangga University/Dr.Soetomo Hospital Surabaya
    East Java (Stases at Sanglah General Public Hospital Denpasar Bali)
   
Abstract
The most common type of  breast cancer  in women  is  infiltrating ductal carcinoma (IDC) not otherwise specified (60-80%). Location of breast cancer 48% in upper outer quadrant.The peak of the incidence is in the late 50s. IDC is characterizied by a hard lump with irregular border. On a mammogram, IDC usually looks like a mass with spikes radiating from the edges,sometimes it appears as a smooth-edge lump or as calcification in the tumor area. Sonography presentation of ductal carsinoma with defenite scirrhous component has a discrete a coustic shadow, a hyperechoid rim,and decreased elasticity. Dilated hypoechoic ductal structures are sometimes noticed. Histopathologic grading has a significant influence on the prognosis. The prognosis of of IDC Not Otherwise Specified, is intermediate. Overall, the 5-year survival rate of infiltrating ductal carcinoma was approximately 85% in 2003. IDC treated through one or more of the following : surgery,chemotheraphy,hormonal theraphy and  radiation theraphy.Most women with invasive breast cancer will be offer chemotheraphy because chemotheraphy drugs kill rapidly dividing tumor cells that may spreading through the body reducing the risk of the cancer coming back in anothers body site. The treatment options offered to an individual patient are determined by the form, stage and location of the cancer, and also by the age, history of prior disease and general health of the patient. Not all patients are treated the same way.TACI theraphy was one of the interventional radiology that can be used in IDC because it can be increased the chemotheraphy advantage with increasing local effect at tumor lesion and lowest systemic side effect. In this case, the patient received Carboplatin and Epirubicin  within  three  times TACI procedure and with the results of  the smaller tumors that appear in the third TACI and second sonography of post third TACI. This proves that TACI effective as a therapy in IDC.
Key words:  TACI (transarterial chemo infusion) therapy, infiltrating ductal carcinoma (IDC),
                      NOS (not otherwise specified), mammography, sonography (USG), biopsy.


PENDAHULUAN
            Data tabulasi dasar rawat inap seluruh rumah sakit di Indonesia, Pelayanan Medis, Departemen Kesehatan 2004, kanker payudara menduduki peringkat pertama dari seluruh penyakit keganasan (16.1%) dan yang kedua adalah kanker leher rahim (11%). Sekitar 65-80% pasien yang datang ke rumah sakit biasanya sudah terdiagnosis dalam stadium lanjut.1
            Tumor ganas payudara dini biasanya tidak menimbulkan gejala bahkan tidak teraba adanya suata massa atau benjolan di payudara (non palpabel). Deteksi dini tumor ganas payudara meningkatkan pilihan terapi, keberhasilan pengobatan dan angka harapan hidup penderita. American Cancer Society menyarankan deteksi dini tumor ganas payudara dengan mammografi, Clinical Breast Examination (CBE) dan Breast Self-Examination (BSE).2,3,4 
Pada mammografi, IDC terlihat sebagai suatu massa dengan speculated sign yang menjalar dari tepi massa tersebut dan terkadang dapat muncul sebagai suatu benjolan dengan batas yang tidak tegas atau terdapat kalsifikasi pada area tumor atau distorsi jaringan parenkim disekitarnya.13,14,15,17,18. Pada ultrasonografi (USG), IDC berupa suatu komponen scirrhous dengan suatu coustic shadow yang discrete, tepi yang hiperekoik dan elastisitas yang menurun. Hiperekoik dari duktus yang dilatasi terkadang dapat pula terlihat. Ultrasonografi memegang peranan penting dalam prosedur guiding intervensi seperti FNAB, core-needle biopsy, prebiopsy needle untuk melokalisir massa payudara atau kalsifikasi.15,19,20
Prognosis kanker payudara dipengaruhi oleh tipe histologi tumor/grading tumor, ukuran tumor, ada tidaknya metastase ke kelenjar getah bening, invasi pembuluh darah ke tumor, ada tidaknya reseptor hormon (estrogen dan progesteron) serta onkogen seperti HER2/neu. Secara umum prognosis IDC, NOS ini adalah intermediate dan angka harapan hidup lima tahunnya berkisar 85% di tahun 2003.10,11,12,13
            IDC dapat di therapi dengan pembedahan, kemotherapi, terapi hormonal (tamoxifen), terapi sinar radiasi, biological theraphy atau kombinasi therapi tersebut diatas. Tetapi bila kanker payudara tersebut sel kankernya memiliki estrogen reseptor (ER) positif maka pasca pembedahan diberikan therapi hormonal. Pemilihan modalitas therapi sangat individual yang tergantung pada bentuk, stadium, lokasi kanker, usia penderita, riwayat penyakit sebelumnya atau riwayat penyakit penyertanya dan keadaan umum penderita tersebut. 11,12

I L U S T R A S I   K A S U S 
            Seorang wanita yang berusia 53 tahun dengan keluhan bejolan dengan konsistensi kenyal pada kuadran atas lateral (upper outer quadrant) payudara kanan yang diketahuinya sejak bulan Mei 2011. Benjolan tersebut dapat sedikit digerakkan, tidak ada rasa sakit maupun nyeri tekan. Sejak bulan Juni 2011, kembali terlihat ada benjolan pada ketiak kanan. Benjolan tersebut terasa sedikit nyeri dan cukup menggangu aktivitas keseharian. Dalam keluarga tidak adanya yang menderita tumor payudara. Pasien memiliki riwayat menggunakan kontrasepsi oral pil tetapi tidak dengan kontrasepsi suntikan.
            Pada pemeriksaan mammografi yang pertama tanggal 01 Mei 2011, dengan posisi standar craniocaudal (CC) dan mediolateral (MLO), pada posisi RMLO (RightMedioLateralOblique) tampak lesi hiperden pada kuadran atas lateral payudara kanan yang berbatas tidak tegas dengan speculated sign. Pada posisi LMLO (LeftMedioLateralOblique) tampak kalsifikasi pada dinding pembuluh darah pada payudara kiri (Gambar 1). 
  B.

Gambar 1: Mammografi payudara kanan dan kiri yang pertama pada 01 Mei 2011.(A). Payudara kanan: tampak lesi hiperden pada kuadran atas lateral yang berbatas tidak tegas dengan speculated sign.(B). Payudara kiri: tampak kalsifikasi dinding pembuluh darah.

Kemudian dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan ultrasonografi (USG) payudara konfirmasi dengan hasil adanya suatu lesi hipoekoik yang berbatas tidak tegas pada arah jam 11.00 payudara kanan, ukuran 16.2 mm x 10.8 mm, dengan kalsifikasi, yang disertai adanya nodul hipoekoik, berbatas tegas multipel di axilla kanan, ukuran 5.1 mm sampai dengan 14.1 mm dengan bagian sentral nodul yang sedikit hiperekoik. Disimpulkan sebagai nodul solid pada arah jam 11.00 payudara kanan, ukuran 16.2 mm x 10.8 mm, cenderung suatu malignan yang disertai proses metastase ke kelenjar genah bening axilla kanan. Tidak tampak nodul maupun kalsifikasi malignan pada payudara kiri dan termasuk ke dalam kategori BIRADS C5 (Gambar 2).
B.
Gambar 2: Ultrasonografi konfirmasi: USG payudara kanan (A) dan axilla kanan (B).

Selanjutnya direkomendasikan untuk dilakukan tindakan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB = fine needle aspiration biopsy) dan pemeriksaan jaringan patologi anatomi (PA). Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) tanggal 26 Mei 2011 payudara kanan disimpulkan suatu infiltrating ductal carcinoma,NOS, grade 2 (Gambar 3). Sedangkan hasil pemeriksaan FNAB tanggal 06 Juni 2011 dengan diagnosa histopatologi: IDC, NOS grade 2 dan hasil pemeriksaan histokimianya adalah : ER negatif, PR positif kuat pada 70% sel-sel ganas, P53 negatif dan    Her-2/Neu positif sedang pada 40% sel-sel ganas.
Gambar 3: Patologi Anatomi (PA): Suatu infiltrating ductal carcinoma, NOS, grade 2.

Pada pemeriksaan foto thoraks proyeksi PA yang dilakukan pada tanggal 23 Mei 2011 disimpulkan tidak terdapat suatu proses metastase pada paru-paru dan tulang sedangkan hasil pemeriksaan USG hepar disimpulkan juga tidak ditemukan suatu nodul metastase pada hepar maupun para aorta.
            Dari hasil pemeriksaan imaging dan biopsi tersebut selanjutnya dilakukan prosedur TACI (transarerial chemo infusion) yang pertama pada tanggal 01 Juni 2011 dan TACI yang kedua tanggal 20 Juli 2011, melalui arteri Mammaria interna dextra, dimana tampak tumor staining pada payudara kanan. Kemudian dilakukan injeksi carboplatin 50 mg dan epirubicin 5mg (Gambar 4). Pasca TACI yang pertama dan kedua kedaan umum penderita baik dan stabil. Tanggal 22 Juni 2011 dilakukan follow up dengan pemeriksaan darah lengkap dengan hasil masih dalam batas normal serta pemeriksaan USG hepar untuk melihat tanda-tanda metastase ke hepar yaitu pada tanggal 20 Juli 2011 dengan hasil tidak ditemukan nodul metastase pada hepar maupun para aorta.
A.  
B.
Gambar 4: TACI pertama dan kedua. (A) : TACI pertama : tampak tumor staining dengan feeding arterinya.(B) : TACI yang kedua.

Pada tanggal 04 Agustus 2011 dilakukan pemeriksaan mammografi yang kedua dengan posisi standar craniocaudal (CC) dan medialateraloblique  (MLO). Hasil pemeriksaan mammografi tersebut dapat disimpulkan sebagai suatu dense breast dan adanya penebalan kulit di periareola mamma kanan dapat merupakan tanda keganasan. Tidak ditemukan kalsifikasi malignan pada payudara kanan maupun payudara kiri (Gambar 5).
Tanggal 05 Agustus 2011, pemeriksaan foto Thorax PA re-staging serta USG hepar re-staging. Dari hasil pemeriksaan untuk re-staging tersebut disimpulkan tidak terdapat proses metastase pada paru-paru dan tulang serta tidak ditemukan adanya suatu nodul metastase pada hepar maupun para aorta. Atau secara general belum terdapat adanya proses metastase jauh ke organ lain.

A.
B.
Gambar 5: Mammografi kedua post TACI kedua. (A). Penebalan cutis-subcutis di periareola payudara kanan.(B). Tampak kalsifikasi multipel di payudara kiri dengan central  luscent.

Berdasarkan hasil pemeriksaan mammografi yang kedua tersebut diatas maka dilanjutkan dengan prosedur TACI yang ketiga yaitu pada tanggal 09 September 2011. Prosedur TACI yang ketiga tersebut dilakukan dengan memasukkan catheter melalui arteri Mammaria interna dextra. Disini tampak tumor staining yang kesan mengecil dibandingakan dengan prosedur TACI sebelumnya. Kemudian diinjeksikan carboplatin 75 mg  dan  epirubicin 6 mg   (Gambar 6).  Pasca TACI yang ketiga tersebut,  keadaan umum pasien baik serta stabil.


                                       Gambar 6: TACI Ketiga : Tampak tumor staining dan mengecil bila dibandingkan dengan TACI 
                                       sebelumnya.

Pada tanggal 24 September 2011 prosedur dilanjutkan dengan pemeriksaan USG hepar serta USG payudara kanan dan payudara kiri untuk evaluasi tumor pasca TACI ketiga. Hasil pemeriksaan USG hepar disimpulkan tidak ditemukan nodul metastase pada hepar serta para aorta dan USG payudara kanan kiri disimpulkan adanya distrosi jaringan ringan pada kuadran atas lateral payudara kanan dan dengan pembesaran kelenjar getah bening axilla kanan (Gambar 7).
A.
B.
    Gambar 7: Ultrasonografi payudara kedua post TACI ketiga. (A): Payudara kanan: tampak distorsi ringan  jaringan
   pada kuadran lateral atas.  (B): Regio axilla kanan: tampak adanya pembesaran kelenjar ukuran 2 x 1.3 cm.


Berdasarkan pemeriksaan USG payudara yang terakhir tersebut, penderita selanjutnya direncanakan untuk melakukan prosedur kemotherapi dengan dan atau radiotherapi. Oleh karena adanya pembesaran kelenjar getah bening axilla kanan dengan kecurigaan yang besar sudah terdapat proses metastase ke kelanjar getah bening regional.


D  I  S  K  U  S  I 
            Lokasi dan distribusi kanker payudara 48% berada pada kuadran atas leteral dan infiltrating atau invasive ductal carcinoma (IDC) adalah merupakan tipe kanker payudara yang paling sering ditemukan. Pada kasus ini, lokasi lesinya berada pada kuadran atas lateral payudara kanan (Gambar 8). Karakteristik penyakitnya pada kasus ini ditandai oleh benjolan dengan konsistensi yang padat dan tepi yang irregular, tidak disertai rasa nyeri dan terdapat retraksi nipple oleh karena retraksi dari ligamentum suspensorium. Insiden puncaknya berada pada usia akhir 50 tahunan (meningkat pada wanita dengan post menopause). Wanita yang menopause setelah umur 55 tahun memiliki resiko 2 kali lipat lebih besar dibandingkan wanita yang menopause pada usia sebelum 45 tahun. Pada kasus ini, usia pasien adalah 53 tahun dan post menopause yang merupakan fraktor resiko tinggi pula.

             Gambar 8: Diagram lokasi serta distribusi kanker payudara.

The American Collega of Radiology (ACR) telah menetapkan pencitraan radiologi pada diagnostik rutin tumor payudara yang dikenal sebagai BI-RADS (Breast Imaging Reporting And Data System) assessments categories yang terdiri dari:
11)      Kategori 0 (C0): evaluasi pencitraan tidak lengkap, memerlukan evaluasi pencitraan tambahan.
22)    Kategori 1 (C1): normal mammogram atau negatif, dianjurkan untuk mammogram kembali dalam satu tahun.
33)      Kategori 2 (C2): benign (kemungkinan keganasan 0%), dianjurkan kembali setahun lagi untuk pemeriksaan mammogram rutin.
44)      Kategori 3 (C3): kemungkinan benign (< 2% malignan), dianjurkan untuk follow-up dalam interval pendek biasanya 6 bulan.
55)      Kategori 4 (C4): kemungkinan abnormalitas (2-95% malignan), dipertimbangkan untuk biopsi.
66)      Kategori 5 (C5): sangat mungkin maligna (> 90% malignan), perlu dilakukan tindakan yang tepat (prosedur terapeutik atau biopsi percuteneous).
77)      Kategori 6 (C6): Biopsi, terbukti suatu keganasan dan memerlukan prosedur terapeutik yang tepat.
Pemeriksaan mammografi, IDC terlihat sebagai suatu massa dengan speculated sign yang menjalar dari tepi massa tersebut dan muncul sebagai suatu benjolan dengan batas yang tidak tegas atau terdapat kalsifikasi pada area tumor atau distorsi jaringan parenkim disekitarnya.  Pada kasus ini lesi dengan gambaran suatu massa dengan speculated muncul pada payudara kanan seperti yang dikeluhkan penderita. Pada ultrasonografi (USG), IDC berupa suatu komponen scirrhous dengan suatu coustic shadow yang discrete, lesi hipoekoik berbatas tidak tegas dengan komponen kalsifikasi yang disertai adanya nodul hipoekoik berbatas tegas serta multipel di regio axilla. Adanya nodul pada axilla, ini merupakan tanda bahwa kanker tersebut telah bermetastase ke kelenjar getah bening regional dan dalam kasus ini ke kelenjar getah bening regio axilla kanan. Tidak ditemukan adanya tanda-tanda metastase jauh pada paru-paru, tulang hepar serta para aorta. Pada kondisi ini, penderita dapat dikategorikan masuk kategori BI-RADS C5 yaitu dengan kecurigaan tinggi terhadap adaya suatu keganasan dengan prosentase lebih dari 90% maligna. Sehingga suatu tindak lanjut yang signifikan sangat dibutuhkan pada penderita tersebut.
Prognosis kanker payudara dipengaruhi oleh tipe histologi tumor, grading tumor, ukuran tumor, ada tidaknya metastase ke kelenjar getah bening, invasi pembuluh darah ke tumor, ada tidaknya reseptor hormon (estrogen dan progesteron) serta onkogen seperti HER2/neu. Pada kasus ini, hasil pemeriksaan patologi anatomi disimpulkan sebagai suatu infiltrating ductal carcinoma, NOS, grade 2 dengan hasil pemeriksaan histokimia ditemukan reseptor ER negative, reseptor PR positif kuat dan HER2/neu yang positif sedang. Secara umum disebutkan prognosis IDC, NOS adalah  intermediate.
Oleh karena pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan biopsi dan pemeriksaan jaringan patologi anatomi (PA) maka penderita ini dari kategori BI-RADS C5 masuk kedalam kategori BI-RADS C6 yaitu: pada biopsi yang terbukti merupakan suatu keganasan dan memerlukan prosedur terapeutik yang tepat.
Sedangkan untuk stagingnya sendiri yang berdasarkan pada American Joint Committee on Cancer atau AJCC Cancer Staging Atlas, kondisi penderita ini masuk ke dalam T1c N2a M0 yaitu:
-          T1c      :  tumor berukuran lebih dari 1 cm dan tidak lebih dari 2 cm, dalam hal ini
                     ukuran tumor penderita yaitu 1.62 x 1.08 cm di payudara kanan.
-          N2a     :  adanya metastase pada kelenjar getah bening regional axilla ipsilateral
                    yang melekat atau mobil, yaitu dalam hal ini pada penderita ini terdapat
                    pembesaran  kelenjar getah bening regional axilla kanan yang multipel.
-          M0                   :  tidak terdapat metastase jauh,dalam hal ini tidak ditemukannya nodul
                     metastase pada hepar,para aorta, paru-paru dan pada tulang-tulangnya.
Sedangkan grup staging menurut AJCC Cancer Staging Atlas dengan T1c N2a M0 termasuk ke dalam grup staging IIIA.
Pilihan penatalaksanaan penderita dengan kanker payudara bersifat sangat individual yang berdasarkan atas gambaran atau stadium histopatologinya, ukuran kanker, lokasi kanker, usia penderita, keadaan umum penderita, riwayat penyakit penyerta dan riwayat penyakit sebelumnya. Jadi semua pasien dengan kanker payudara diterapi dengan cara yang berbeda. Pilihan terapi dapat berupa pembedahan, kemotherapi, terapi hormonal, terapi radiasi atau kombinasi prosedur therapi tersebut. TACI therapi merupakan radiologi intervensi yang dapat digunakan sebagai salah satu modalitas penatalaksanaan kanker payudara. Dalam kasus ini, TACI therapi yang menjadi pilihan dimana penderita menerima carboplatin dan epirubicin dalam tiga kali prosedur TACI dan dengan hasil tampak massa tumor pada payudara kanan yang mengecil yang terlihat pada TACI therapi yang ketiga serta ultrasonografi (USG) payudara yang terakhir. Ini membuktikan bahwa penatalaksanaan kanker payudara (IDC, NOS, grade 2) pada kasus ini, TACI terapi cukup efektif.
Oleh karena pada USG payudara yang terakhir ditemukannya pembesaran kelenjar getah bening pada axilla kanan yang dapat merupakan salah satu proses metastase ke kelenjar getah bening regional maka penataksanaan pasien selanjutnya adalah dilakukan prosedur kemotherapi dengan dan atau radiotherapi.

R I N G K A S A N 
Deteksi dini tumor ganas payudara meningkatkan pilihan therapi, keberhasilan pengobatan dan angka harapan hidup penderita.
Peran pencitraan radiologi sangat penting pada kasus tumor ganas payudara baik yang bersifat palpable maupun non palpable diantaranya dengan mammografi, ultrasonografi, Magnetic Resonace Imaging (MRI) dan Kedokteran Nuklir (Nuclear medicine). Pencitraan radiologi pada diagnostik rutin tumor payudara dikenal sebagai BI-RADS (Breast Imaging Reporting and Data System) assessments categories (C0 – C6).
Mammografi merupakan modalitas pencitraan yang mempunyai sensitifitas yang cukup tinggi (75.3%) dan spesifisitas 88%, terutama untuk massa payudara yang non palpabel. Ultrasonografi merupakan modalitas pencitraan payudara yang mudah dilakukan, aman, non invasif, dapat dipergunakan pada berbagai usia dan relatif murah. Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan tambahan (konfirmasi) untuk hasil mammografi yang normal atau meragukan.
TACI therapi merupakan radiologi intervensi yang dapat digunakan sebagai salah satu modalitas penatalaksanaan kanker payudara. Dalam kasus ini, pasien (T1c N2a M0) menerima carboplatin dan epirubicin dalam tiga kali prosedur TACI dan dengan hasil tampak massa tumor pada payudara kanan yang mengecil yang terlihat pada TACI therapi yang ketiga seta USG payudara yang terakhir. Ini membuktikan bahwa penatalaksanaan kanker payudara (IDC, NOS, grade 2, BI-RADS C6 dan T1c N2a M0 atau grup staging IIIA) pada kasus ini, TACI therapi cukup efektif. TACI therapi yang merupakan radiologi intervensi dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai salah satu modalitas terapi untuk kasus-kasus yang lainnya.


DAFTAR PUSTAKA 
  1. Anonim.Data Tabulasi Dasar Rawat Inap Seluruh Rumah Sakit di Indnesia. Pelayanan Medis, Departemen Kesehatan RI, 2004.
  2. Skinner, K.A., et al. 2001.Palpable Breast Cancers Are Inherently Different From Nonpalpable
  3. Breast Cancers.Annals of Surgical Oncology, 8(9): 705-710.
  4. Houssani,N.,Irwig,W.,Simpson.,J.,McKessar,M.,Blone,S.,Noakes, 2003.J.Sydney Breast Imaging Accuracy Study: Comparative Sensitivity and Specisicity of Mammography and Sonography in Young Women with Symptoms,AJR;80:935-980.
  5. Shetty,M.K.,Shah,Y.P & Sharman,R.S. 2003.Prospective Evaluation of the Value of Combined Mammographic and Sonographic Assesment in Patients with Palpable Abnormalities of the Breast.J Ultrasound Med;22:263-268.
  6. Fewig, S.A., Picolli, C.W.The Breast in: Grainer & Allisons.Diagnostic Radiology,  A Texbook of Medical Imaging.Churchill Livingstone.New York.1997.
  7. Dongola, N.Breast Cancer Mammography. Departement of Radiology, Sobo University Hospital.2005.
  8. The American Collage of Radiology: BI-RADS ATLAS and MQSA: Frequently Asked Questions.Revised: 8/11/11.
  9. Hermien Zonderland.BI-RADS: Introduction to the Breast Imaging Reporting and Data System.Available at http://www.radiologyassistance.nl/en/4349108442109
  10. About Breast Caner:A Quick Guide.Available at http://www.canerhelp.cancerreasearchuk.org
  11. Dershow, D. Patient Selection and Management with Care Breast Biopsy.American Pathologist Breast; 47:171-190.1997.
  12. Breast  Invasive  Ductal Carcinoma. Available at http://www.cap.org
  13. Mammary ductal carcinoma. Available at http://www.wikipedia.com
  14. Mammograms. Available at http://www.cancer.gov
  15. Tabar, L., Dean, B.P. Analysis of calcification in: Teaching Atlas of Mammography, 2nd ed.Stuttgart New York.1985.
  16. The AJCC Cancer Staging Manual, 7th edition. Springer-Verlag,New York,2010.
  17. The AJCC Cancer Staging Atlas, 6th edition. Springer-Verlag,New York,2006.
  18. Gunderman, R.B.Essential Radiology, 2nd ED, Thieme, New York, 2006.
  19. Zonderland,H.M.,Coerkamp,E.G.,Herman.J.,Vijver,M.J.& Voortheisen,A.E.,1999.Diagnosis of Breast Cancer: Contribution of US as Adjunct to Mammography,Radiology;213:413-422
  20. Audrey K.Tucker.Textbook of Mammography 1st  edition,Churchill Livingstone,London 1993.
  21. Sylvia H.Heywang-Kobrunner,Ingrid Schreer,D.David Dershow. Diagnostic Breast Imaging.Mammography,Sonography,Magnetic Resonace Imaging and Interventional Procedure.Thiemes,New York 1997.
  22. Andy Evans, Sarah Pinder, Robin Wilson, Ian Ellis.Breast Calcifications: A Diagnostic Manual, 1st ed.Greewich Medical Media, London 2002.